Tuesday, November 28, 2006

Agama Saya Islam

Sejak saya kecil dan mendapat pelajaran agama dari kedua orang tua saya dan sampai saat ini saya saya hanya percaya dengan agama Islam. Mulai dari Islam hanya saya kenal sampai Islam yang saya yakini dan saya percaya. Sampai saat ini saya masih percaya sama agama ini.

Namun sebagai salah satu umat Islam, saya selalu menyesali keadaan dimana aturan-aturan dalam Islam seringkali dijadikan hukum yang menganakemaskan kaum lelaki dan menyudutkan perempuan.

Ketika saya kecewa dengan hukum ini seringkali saya berusaha mempertanyakan semua itu. Apalagi menurut adik saya "Jangan segan untuk bertanya tentang agama karena itulah yang membuat iman kamu menjadi tebal."

Yup, ketika saya mempertanyakan tentang negara Islam khususnya Pakistan yang baru saja mengamandemen undang-undang mereka tentang kasus perskosaan. Ada komentar yang menggelitik saya. Saya dibilang non muslim yang jadul banget. Kenapa yah kalau ada yang marah dengan negara Islam selalu identik dengan non muslim. Apakah seorang muslim tidak boleh marah dan berontak kepada negara Islam???

Kalau itu yang terjadi tidak ada Shirin Ebadi dong yang memperjuangkan hak perempuan di Iran. Dan juga tidal Nawal El Sadawi juga. Maaf saya gak pernah bermaksud membandingkan diri saya dengan Shirin Ebadi dan Nawal El Sadawi, hanya saja dia pasti mengawali perjuangannya dari sebuah kemarahan dan kekesalan yang akhirnya berakhir dengan pemberontakan. Hanya saja caranya lebih intelek.

Saya setuju bahwa Islam melindungi perempuan tetapi sampai dimana perlindungan itu dan bagaimana prakteknya hanya itu kan tergantung negara mana yang mengartikan hukum tersebut. Contohnya ada hukum Islam yang menyatakan bahwa perempuan dilarang keluar rumah kecuali bersama muhrimnya. Kalau di Malaysia, tentu saja hukum ini tidak terlalu berlaku karena banyak perempuan mereka yang keluar untuk bekerja dan sekolah. Sedangkan di Iran, hal ini masih setengah dipraktekan malah akhir-akhir ini mereka sudah memperbolehkan perempuan keluar negeri sendiri untuk mengambil beasiswa, nah beda lagi kalau jaman Afghanistan dibawah Taliban, perempuan sama sekali tidak boleh keluar rumah tanpa muhrimnya.

Jadi pertanyaan saya kemudian adalah sebenarnya sampai dimana Negara Islam dapat mengaplikasikan Hukum Islam??

Kalau ada yang merasa marah dengan tulisan saya sebelumnya, saya tidak akan minta maaf karena semua itu berasal dari kemarahan saya akan pelaksanaan hukum Islam di Pakistan. Saya sih sudah biasa dikatakan bukan muslim yang taat, karena toh saya memang bukan muslimah yang taat juga. Saya percaya taat atau tidaknya seseorang kan hanya Allah SWT yang bisa mengukur.

Friday, November 17, 2006

Nasib korban perkosaan

Kemarin malam saya nonton berita di Metro TV, asli dengarnya kaget ketika ada berita bahwa Pemerintah Pakistan baru saja mengamandemen undang-undang antiperkosaan. Yang membuat kaget adalah di abad 21 yang katanya abad teknologi ini, masih saja perempuan tidak mendapat perlindungan yang layak sebagai manusia.
Nah ini di Pakistan, undang-undang yang dulu menyudutkan sekali korban perkosaan. Sebuah kasus perkosaan akan disidangkan di Pengadilan Agama dan korban harus membawa 4 saksi. Ini sama sekali tidak menguntungkan, pertama jika pengadilan agama jika terbukti hukumannya paling disuruh menikahi gadis yang diperkosa. Nah yang lucu juga masalah empat saksi, kalau seumpamanya diperkosa di depan saksi mah saksinya gila, gak nolongin perempuan yang jelas-jelas diperkosa. Bego apa bego sih tuh pemerintah Pakistan.
Untungnya undang-undang itu diamandemen, kasus perkosaan disidangkan di pengadilan pidana dan tidak harus membawa 4 saksi. Yah iyalah jaman udah maju kan bisa divisum dan sebagainya untuk membuktikan kasus perkosaan.
Kenapa sih negara Islam suka "terlambat" dalam menangai isu-isu sekitar perempuan? Sudah jaman segini masih aja menganggap perempuan gak berharga.